Dalam rangka HUT Tentara Nasional Indonesia 2014, kembali Yayasan Nabil mempersembahkan buku bermutu: Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran: Sejak Nusantara sampai Indonesia
Penulis: Iwan Santosa
Editor: Didi Kwartanada
Pengantar: Laksamana TNI (Pur.) Bernard Kent Sondakh
Sekapur Sirih: Eddie Lembong
Penerbit : Kompas-Yayasan Nabil
Cetakan: I, 2014
ISBN: 978-979-709-871-1
Harga: Rp. 63,000
***Buku akan beredar di Gramedia mulai 20 Oktober 2014***
Untuk pemesanan, silakan hubungi email: Sekretariat@nabilfoundation.org
"Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara."
(Pasal 30 Ayat 1 UUD 1945)
*****
Buku ini mengungkap fakta sejarah yang tak banyak diketahui. Keterlibatan warga Tionghoa dalam berbagai aktivitas kemiliteran di Nusantara ternyata telah berlangsung lebih dari satu milenium. Patriot-patriot berkulit kuning telah ikut berjuang bersama kaum pribumi sejak zaman pra-kolonial, kolonial, Perang Kemerdekaan RI (1945-1949), masa Konfrontasi Ganyang Malaysia (1963-1966), sampai masa Operasi Seroja Timtim (1976). Banyak diantaranya diantaranya kemudian dilupakan, namun ada juga yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dari Sabang sampai Merauke.
Prajurit dan panglima Tionghoa --Totok mupun Peranakan--antara lain pernah ikut ambil bagian dalam aksi penyerbuan armada laut Jepara ke Malaka (abad ke-16); "Geger Pacinan" atau perang Jawa-Tionghoa melawan VOC-Belanda (abad ke-18); dan Perang Kongsi di Kalimantan Barat (abad ke-19).
Tahukah Anda bahwa dalam sejarah kemiliteran Indonesia pernah ada: laskar Pemberontak Tiong Hoa di Surakarta serta Laskar Pemuda Tionghoa yang mendukung Proklamasi 1945; tokoh John Lie, pahlawan Angkatan Laut yang menjadi Pahlawan Nasional (2009) ; dan para perwira Tionghoa alumni Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) dari matra darat, laut dan udara ?
Buku ini berupaya memperbaiki ingatan kebangsaan tentang peran masyarakat Tionghoa sebagai salah satu elemen bangsa Indonesia modern yang bersatu, berdaulat, dan setara.
***
Yayasan Nabil berharap buku ini akan mampu membuka mata masyarakat luas, bahwa etnik Tionghoa bukanlah semata economic animal yang hanya menghabiskan hidupnya berkutat dengan uang dan bisnis saja. Namun mereka juga merupakan share holder (pemegang saham) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ikut membangun dan mendirikan Republik Indonesia, serta kemudian ikut mengawal Ibu Pertiwi di darat, laut dan udara, bahkan mereka pun tidak segan mengorbankan miliknya yang paling berharga-- nyawa mereka-- demi kecintaannya pada tanah air Indonesia!