A.R. BASWEDAN, MELAMPAUI FANATISME GOLONGAN
Peluncuran Buku âBiografi A.R.Baswedan: Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaanâ
Pendidikan memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter seseorang untuk tampil dengan jiwa patriotisme dan terlepas dari fanatisme golongan, berusaha mendahulukan kepentingan bersama dan mempersatukan cita-cita untuk tujuan yang jauh lebih besar. Inilah sosok yang ditunjukkan oleh A.R Baswedan sebagaimana didiskusikan dalam acara peluncuran buku, âBiografi A.R.Baswedan: Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaanâ karya Suratmin dan Didi Kwartanada.
Acara yang diselenggarakan pada hari Kamis, 25 September 2014 di Museum Nasional, Jl. Medan Merdeka Barat ini telah menghadirkan tiga pembicara antara lain Hendri F. Isnaeni (Redaksi Majalah âHistoriaâ), A. SetyoWibowo (Dosen STF Driyarkara) dan Fachry Ali MA (Pengamat politik Islam). Acara ini, selain dalam rangka peluncuran buku Biografi A.R. Baswedan, juga untuk memberikan apresiasi terhadap jasa-jasa A.R Baswedan terhadap bangsa Indonesia dan menghadirkan kembali sosok keteladanan A.R. Baswedan yang berjiwa patriotisme, mencintai tanah air, dan membangun persatuan tanpa mengenal sekat-sekat perbedaan. AR Baswedan (1908-1986) adalah seorang wartawan, politikus, pejuang, dan orang Indonesia sejati.
Dalam acara ini, Ketua Pendiri Yayasan Nabil, Eddie Lembong yang masih dalam keadaan sakit tetap menyempatkan diri untuk hadir. Meskipun tidak sampai mengikuti acara hingga selesai namun beliau --yang didampingi Ny Melly Lembong-- tetap ikut serta dalam acara penyerahan buku A.R Baswedan kepada pihak keluarga Baswedan. Turut pula hadir dalam acara tersebut: Atikah dan Anies Baswedan (putri dan cucu A.R. Baswedan), Harry Tjan Silalahi (politikus senior) dan St. Sularto (Penerbit Buku Kompas).
Antusias peserta yang terdiri dari berbagai kalangan --mulai dari mahasiswa hingga akademisi-- terhadap acara ini cukup tinggi sebagaimana terlihat dari banyaknya peserta yang hadir saat itu, yang nampaknya hampir memenuhi seluruh kursi yang tersedia.
Acara yang dimulai pada pukul 14.00 itu dibuka dengan sambutan dari Yayasan Nabil oleh Didi Kwartanada (yang juga salah satu penulis buku). Ia menyampaikan beberapa poin utama, mulai dari alasan Yayasan Nabil di tahun 2011-2013 mengusulkan A.R. Baswedan sebagai Pahlawan Nasional (namun belum direstui Pemerintah SBY) dan arti penting almarhum bagi kehidupan kebangsaan dewasa ini. Selanjutnya Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), berkesempatan untuk menyampaikan beberapa hal tentang kakeknya, yang begitu berkesan baginya, khususnya dalam menciptakan suasana keluarga yang sangat terbuka dan demokratis. Menurut Anies, hal semacam tersebut masih langka untuk ukuran saat ituâapalagi di tengah-tengah keluarga keturunan Arab yang sangat paternalistik. Anies juga menggaris bawahi tentang sikap kakeknya yang sangat terbuka, toleran dan pluralis sebagaimana ditunjukkan dalam pergaulannya yang luas dengan berbagai etnis dan agama mulai dari Ahmad Syafii Maarif (Ketua Umum PP Muhammadiyah), tokoh-tokoh Tionghoa, sampai Romo Mangun Wijaya. Menurut Anies pula, kakeknya itu sangat mencintai Indonesia sehingga tak pernah mengesankan diri sebagai golongan bangsa Arab.
Setelah itu berlangsung diskusi yang menarik yang dipandu oleh Syafiq Basri Assegaf sebagai moderator. Ia membuka diskusi dengan kedudukan keturunan Arab dalam kehidupan sosial politik di tanah Air. Pembicara pertama, Romo Setyo Wibowo menyampaikan tentang A.R. Baswedan yang memiliki jiwa seorang pemimpin. Ia juga memiliki sifat cerdas, cinta pengetahuan, bahkan berjiwa pemberontak. Pembicara selanjutnya, Hendri F. Isnaeni dalam kapasitasnya sebagai pemerhati sejarah, menyampaikan beberapa hal menarik, seperti upaya A.R Baswedan yang mencoba mendobrak pikiran warga keturunan Arab lewat Partai Arab Indonesia (1934-1942). A.R Baswedan menegaskan bahwa Indonesia adalah ibu pertiwi dari keturunan Arab. Hendri mengatakan, âPada 4 Oktober 1934 tercetus ide luar biasa yaitu Sumpah Pemuda golongan Arab, bahwa tanah air orang Arab adalah Indonesia bukan Hadramaut.â Hendri menegaskan bawa A.R Baswedan menyadari ada kepentingan bangsa yang jauh lebih besar dibandingkan kepentingan untuk membela komunitasnya sendiri. Oleh karena itu, dia berjuang menyelesaikan konflik internal di antara kalangan Arab dan berbicara tentang Keindonesiaan.
Pembicara terakhir, Fachri Ali, telah menghidupkan suasana diskusi dengan humornya yang segar dan gaya penyampaian yang menarik. Ia mengajukan sebuah pertanyaan yang cukup menggelitik terkait hubungan Anies dengan Jokowi. Katanya, âApakah kemenangan Jokowi yang dibantu Anies Baswedan menjadi kelanjutan pemikiran kakeknya?â Lalu Fachri mengatakan bahwa, masuknya Anies Baswedan dalam tim Jokowi-JK merepresentasikan sosok kakeknya . Menurutnya, sosok Anies yang berani masuk ke dalam politik dinilai seperti AR Baswedan yang dikenal mampu membawa persatuan antar etnis di masanya.
Setelah acara tanya jawab, diskusi ditutup oleh moderator yang menyimpulkan beberapa poin penting antara lain sikap eksklusif dan fanatisme golongan seharusnya sudah tidak terjadi lagi. Karena itu para tokoh masyarakat dan agama diharapkan memberikan keteladanan untuk menunjukkan sikap yang toleran dan saling menghargai demi kedamaian dan kepentingan bersama. Sudah saatnya seluruh masyarakat Indonesia berkriprah tanpa memandang sekat-sekat golongan dan mau bekerja sama untuk kemajuan bangsa.