JAKARTA, Pemberian nama kapal perang KRI John Lie merupakan pengakuan kesetaraan terhadap sesama warga Indonesia yang beragam. Sejarawan LIPI, Asvi Warman Adam, yang dihubungi di Jakarta, Selasa (4/2), memuji TNI Angkatan Laut yang mengangkat salah satu tokohnya diabadikan sebagai nama kapal perang terbaru, KRI John Lie.
Sangat positif mengingat selama ini nama John Lie terlupakan dan baru dijadikan pahlawan nasional tahun 2009. Dia mendapat tempat di lembaga tempatnya mengabdi, yakni TNI Angkatan Laut. Selain itu, di tanah kelahirannya Sulawesi Utara, apakah sudah ada penamaan Jalan John Lie,” kata Asvi yang sering membahas keberagaman dalam aspek sejarah nasional Indonesia.
KRI John Lie adalah nama untuk satu dari tiga fregat ringan multifungsi terbaru milik TNI AL. Kapal lain adalah KRI Bung Tomo dan KRI Usman Harun.
John Lie adalah komandan Kapal The Outlaw yang menerobos blokade laut Belanda semasa Perang Kemerdekaan 1945-1949 dari Sumatera ke Thailand, Malaya, dan Singapura untuk menjual hasil bumi dan memasok senjata bagi perjuangan Indonesia. Perjuangan John Lie pernah diliput khusus majalah Life tahun 1949.
Langkah monumental
Sejarawan dari Yayasan Nation Building, Didi Kwartanada, menambahkan, John Lie yang wafat tahun 1988 dan diabadikan sebagai nama kapal perang merupakan langkah monumental dalam pembentukan kesatuan bangsa Indonesia.
”Diabadikannya nama John Lie bersama para pahlawan bangsa lain sebagai nama kapal perang akan memperkaya taman bunga kebangsaan. Itu juga menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun dengan cucuran keringat dan darah beragam suku dan etnis, termasuk Tionghoa. Pemberian nama KRI John Lie merupakan bentuk kesadaran kebangsaan yang mendalam dari jajaran TNI AL,” tutur Didi yang aktif dalam upaya membangun komunikasi budaya antarsuku di Indonesia.
Sejarawan Bonnie Triyana menyatakan, pemberian nama KRI John Lie merupakan bukti bahwa TNI AL bisa menempatkan sejarah secara proporsional dan merupakan langkah maju dalam membangun paham kebangsaan.
”Selama ini orang Tionghoa hanya dianggap sebagai pelengkap penderita dalam proses kebangsaan. Pemberian nama KRI John Lie sangat wajar dan sudah sepantasnya,” kata Bonnie.
Adapun mantan KSAL Laksamana (Purn) Tedjo Edhy yang dihubungi di Surabaya mengatakan, pihaknya turut memperjuangkan John Lie diakui sebagai pahlawan nasional tahun 2008. ”Akhirnya disetujui tahun 2009. Syukurlah, sekarang diabadikan sebagai nama kapal perang. Beliau sosok orang yang sangat nasionalis dan sederhana,” kata Tedjo Edhi yang aktif di bidang hankam Partai Nasdem.
Kompas, Rabu, 5 Februari 2014