Apakah bisa konsep Penyerbukan Silang Antarbudaya (Cross Cultural Fertilization) diimplementasikan oleh kalangan pesantren?
Luky
Turmudy, Alumnus Pondok Pesantren Husnul Khatimah,
Kuningan, Jawa Barat
Tentu
bisa diterapkan, karena penyerbukan silang antarbudaya berangkat dari asumsi
bahwa kebaikan itu selalu ada di mana-mana dan alangkah idealnya bila kebaikan
yang berserakan tersebut dapat diserbuksilangkan hingga menjadi
kebaikan-kebaikan yang lebih besar jumlahnya. Sebagai contoh, kehidupan di
pesantren yang penuh disiplin, terbiasa tepat waktu serta diajarkan kesabaran
dapat dicontoh atau diserbuksilangkan oleh anak-anak yang belajar di sekolah
umum, sehingga mereka tidak mudah tawuran. Pun sebaliknya, santri-santri yang
berada di pesantren bisa belajar ke sekolah lain, misalnya sekolah Tionghoa
untuk belajar bagaimana membiasakan hidup hemat dan kerja keras. Kombinasi
pendidikan penuh disiplin di pesantren dan kesabaran yang terjaga bila
diserbuksilangkan dengan kebiasaan hidup hemat dan kerja keras akan menciptakan
satu lapis generasi yang kuat serta akan memiliki daya saing dengan anak-anak
lainnya yang berasal dari berbagai bangsa di dunia. Jadi penyerbukan silang
antarbudaya itu bisa diterapkan dalam berbagai tingkatan serta berbagai model
kehidupan masyarakat, tak terkecuali para santri yang berada di pesantren.