Seusai menjabat Ketua Umum Perhimpunan Indonesia-Tionghoa (INTI) di tahun 2005, Drs Eddie Lembong bersama istri, Ny. Melly Saliman, mendirikan Yayasan Nation Building (NABIL) sebagai suatu yayasan nirlaba dengan Akte Notaris No 53 tanggal 30 September 2006. Berdirinya Nabil merupakan akumulasi dari kepedulian Eddie atas situasi kehidupan kebangsaan kita, yang walaupun sudah banyak melakukan state building, namun dirasakan masih lemah di bidang nation and character building. Untuk maksud dan tujuan tersebut, para pendiri telah menyisihkan dana sebesar USD .......(.......... dollar AS, atau setara dengan Rp ...........).
Hingga tahun 2014 ini, Nabil dikenal masyarakat sebagai suatu lembaga yang action oriented, yang bergiat dalam kegiatan seminar, penerbitan buku-buku dan majalah Nabil Forum, serta pemberian award tahunan “Nabil Award” kepada ilmuwan sosial yang berdedikasi dan ikut memberikan kontribusi bagi nation building, baik melalui pemikiran maupun perbuatan. Berbagai kegiatan Nabil tersebut bisa diikuti dalam lembaran-lembaran selanjutnya. Dalam melaksanakan kegiatannya, selain didukung oleh Dewan Pakar, Nabil juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik dari kalangan perguruan tinggi dan organisasi kemasyarakatan. Untuk pengabdian masyarakat, Nabil sedang mempersiapkan satu perpustakaan dengan fokus antara lain topik tentang etnik Tionghoa dan nation building.
Aktivitas utama Nabil dewasa ini adalah memperkenalkan, menyebarluaskan dan mengembangkan doktrin Penyerbukan Silang Antarbudaya (Cross Cultural Fertilization), sebagai ikhtiar untuk memperkuat kebudayaan Indonesia menuju terbentuknya sebuah Budaya Indonesia baru yang lebih harmonis, makin maju dan makin unggul, setara dengan kebudayaan/peradaban bangsa-bangsa maju lainnya. Adapun mottonya adalah: Nation Building dalam Kesetaraan Tanpa Pembedaan. Fokus aktivitas lainnya adalah menyelesaikan secara efektif dan tuntas masalah-masalah yang memperlemah mata rantai persatuan, seperti apa yang disebut “Masalah Tionghoa di Indonesia”, sebuah warisan sejarah kolonial masa lalu, sekali ini dan untuk selamanya. Figur Ketua Pendiri Nabil, Eddie Lembong sebagai seorang tokoh pemikir dan aktivis, senantiasa dimintai pendapatnya oleh berbagai organisasi Tionghoa di Indonesia maupun di mancanegara (khususnya di Hongkong).
Mulai bulan November 2011, Yayasan Nabil pindah ke gedung baru di Jalan Limo 42 AB, Permata Hijau, Jakarta 12220 (di sebelah kantor yang lama). Secara bertahap, gedung baru ini nantinya akan diisi dengan fasilitas perpustakaan (bagi anggota), serta diadakannya berbagai kegiatan (seminar, kelompok diskusi, dll).
Apa yang telah dikerjakan Eddie Lembong bersama Yayasan Nabil mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak. Dari kalangan media, St Sularto dalam Kompas 21 April 2012 menulis: "Nama Yayasan Nabil (Nation Building), identik dengan Eddie Lembong, pebisnis obat yang tercatat sebagai salah satu tokoh yang terobsesi dengan kelebihan-kelebihan bangsa Indonesia. Menekuni dunia bisnis obat yang sukses selama lebih 30 tahun, diusia senjanya, Eddie memilih menjadi penganjur paham kebangsaan modern. Ia menjadi aktivis multikulturalisme dengan gagasan penyerbukan silang antarbudaya dalam bingkai nation building Indonesia.” Majalah Market+ menambahkan: “Hubungan antar etnik yang harmonis merupakan impian dari Eddie Lembong, pendiri Yayasan National Building. Melalui keseriusan mengadakan pendidikan dan penelitian, yayasan ini yakin akan terciptanya karakter generasi yang menjunjung nilai persatuan meski menghadapi ragam perbedaan. Motto yang diusung adalah “Nation Building dalam kesetaraan tanpa pembedaan”. Yayasan ini menekankan pentingnya penyerbukan silang antarbudaya (Cross Cultural Fertilization) antara budaya Indonesia.”
Harian berbahasa Mandarin terbitan Jakarta, Guoji Ribao, 22 Mei 2013 h. A5 menulis: “Berdirinya Yayasan Nabil merupakan peristiwa budaya terbilang unik dan avant-garde dalam sejarah masyarakat Tionghoa di negeri kita, dan boleh dibilang perintis usaha pembinaan keharmonisan kehidupan berbangsa dalam lingkup masyarakat Tionghoa masa kini setelah alm. Ang Yan Goan [sampai dengan tahun 1965]. Dirinya [Eddie Lembong] bermurah hati menanggung semua biaya, mengundang banyak ilmuwan dan pakar baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri untuk berbagai usahanya. Dia merancang agar Nabil berkiprah dalam bidang pendidikan dan pengkajian serta pengembangan konsep-konsep pembangunan bangsa berdasarkan persamaan, humanisme, beradab dan bersatu, membangun kehidupan masyarakat Indonesia yang kokoh dan harmonis. Etnis Tionghoa telah berakar di negeri ini, seyogyanya mencintai tanah air Indonesia..... Yayasan Nabil telah menerbitkan banyak buku yang berkaitan dengan sejarah orang Tionghoa di Indonesia, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Tionghoa.”
Kiprah Yayasan Nabil pun mendapatkan komentar yang positif dari akademisi dalam dan luar negeri. Prof. (Em.) Saparinah Sadli, guru besar psikologi dan aktivis perempuan mengatakan: “Yayasan Nabil adalah organsasi yang mempunyai visi dan misi membangun bangsa (nation building)”. Intelektual muda, Yudi Latif pun tidak ketinggalan memberikan apresiasinya: “Usaha Yayasan Nabil merupakan salah satu representasi dari rajutan serat tipis tenunan keindonesiaan. Proyek historis dari Yayasan ini, mencerminkan semangat Pak Eddie Lembong untuk membawa komunitas Tionghoa dari pinggiran menuju arus utama kebangsaan Indonesia. Kegigihan komitmennya, dalam keterbatasan kondisi kesehatannya, menyampaikan pesan kuat bagi kita semua. Bahwa kita tidak bisa menuntut dapat dilindungi oleh kemanusiaan dan kebangsaan tanpa mau berkorban dan berbuat baik bagi kemanusian dan kebangsaan.”
Dari Jerman, sejarawan yang juga Indonesianis terkemuka, Mary Somers Heidhues menulis: “Dengan sejumlah kecil stafnya, Nabil juga berupaya menyajikan penerjemahan atau penerbitan sejumlah karya ilmu sosial serta bahasa dan sastra yang membahas kebinekaan budaya Indonesia. Yayasan Nabil juga mengadakan seminar-seminar, yang belum lama dilakukan ialah tentang “Penyerbukan Silang Antarbudaya”. Dalam hal ini dilakukan kerjasama dengan institusi lain seperti Universitas Paramadina, para pakar dan penerbit. Seorang pengagum Singapura dan Tiongkok, di samping juga sebagai seorang patriot Indonesia, Eddie Lembong percaya bahwa minoritas Tionghoa dapat dan akan memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan nasional serta hubungan antar-etnik Indonesia. Untuk menggarisbawahi hal tersebut, Nabil juga mendokumentasikan serta mengumumkan sumbangan semacam itu dari masa lampau.”
Dalam usianya yang ke tujuh tahun, semua apresiasi itu diterima Nabil dengan gembira, namun tetap dengan komitmen untuk terus meningkatkan perjuangannya demi tercapainya Indonesia yang lebih baik, tentunya dengan dukungan para pembaca sekalian. ***